![]() |
efusi pleura |
A. Konsep Dasar Penyakit
1.
Pengertian
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan
dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal,
proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit
sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung
sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne,
2002).
Efusi pleural adalah penumpukan cairan
di dalam ruang pleural, proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya
terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang
mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus
(Baughman C Diane, 2000).
Effusi pleura
adalah penimbunan cairan pada rongga pleura (Price & Wilson, 2006).
2.
Epidemiologi
Bakteri pneumonia serta keganasan adalah
penyebab utama dan sering untuk eksudat. Efusi pleura pada anak-anak umumnya
kebanyakan adalah infeksi (50-70% efusi parapneumonik), gagal jantung kongestif
adalah penyebab yang lebih sedikit (5- 15%) dan keganasan adalah kasus yang
jarang.
Efusi pleura merupakan manifestasi
klinik yang dapat dijumpai pada sekitar 50-60 % penderita keganasan pleura
primer atau metastatic. Sementara 5 % kasus mesotelioma (keganasan pleura
primer) dapat disertai efusi pleura dan sekitar 5 % penderita kanker payudara
akhirnya akan mengalami efusi pleura.
3.
Etiologi
Berdasarkan
jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat,
eksudat dan hemoragis
a. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung
kongestif (gagal jantung kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis
kepatis), syndroma vena cava superior, tumor, sindroma meig.
b. Eksudat disebabkan oleh infeksi TB, preumonia dan
sebagainya, tumor, infark paru, radiasi, penyakit kolagen.
c. Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya
tumor, trauma, infark paru, tuberkulosis.
Berdasarkan
lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan bilateral.
Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit
penyebabnya akan tetapi effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit
dibawah ini :Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark
paru, lupus eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.
4.
Patofisiologi
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml
cairan di dalam rongga pleura. Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena
adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cm H2O.
Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun
misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler
akibat ada proses keradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis
akibat kegagalan jantung dan tekanan negatif intra pleura apabila terjadi
atelektasis paru.
Effusi
pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum
pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain:
a.
Penghambatan drainase limfatik dari rongga pleura.
b.
Gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler
paru dan tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi
cairan yang berlebihan ke dalam rongga pleura.
c.
Sangat menurunnya tekanan osmotik kolora plasma,
jadi juga memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan.
d.
Infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun
pada permukaan pleura dari rongga pleura, yang memecahkan membran kapiler dan
memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat
(Guyton dan Hall , Egc, 1997, 623-624).
Efusi pleura
akan menghambat fungsi paru dengan membatasi pengembangannya. Derajat gangguan fungsi dan kelemahan
bergantung pada ukuran dan cepatnya perkembangan penyakit. Bila cairan
tertimbun secara perlahan-lahan maka jumlah cairan yang cukup besar mungkin
akan terkumpul dengan sedikit gangguan fisik yang nyata.
Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya
akan menyebabkan gagal nafas. Gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan
pernafasan bila tekanan partial Oksigen (Pa O2)≤ 60 mmHg atau tekanan partial
Karbondioksida arteri (Pa Co2) ≥ 50 mmHg melalui pemeriksaan analisa gas darah.
5.
Manifestasi
Klinis
Manifestasi klinis yang muncul (Terney,
2002 dan Tucker, 1998) adalah:
a. Sesak
Nafas
b. Nyeri
dada
c. Kesulitan
bernafas
d. Peningkatan
suhu tubuh jika ada infeksi
e. Keletihan
f. Batuk
6.
Pemeriksaan
Fisik
Deviasi trachea menjauhi tempat yang
sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang
signifikan mungkin akan ditemukan. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring
dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang
sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal),
pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu). Didapati segitiga Garland,
yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu.
Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong
mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah
dengan ronki. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
Pemeriksaan fisik per sistem:
a.
Sistem Respirasi
Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit
mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan
menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang
diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Px
biasanya dyspneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya
> 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada
yang tertinggal pada dada yang sakit.
Suara perkusi
redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak mengisi
penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung
dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini
disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada,
kurang jelas di punggung.
Auskultasi suara nafas
menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin ke atas makin tipis,
dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan
ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas
atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i – e artinya bila penderita diminta
mengucapkan kata-kata i maka akan
terdengar suara e sengau, yang disebut egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya
Adjis, Mukty Abdol, 1994,79)
b.
Sistem Cardiovasculer
Pada inspeksi
perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5 pada linea
medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui
ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (heart rate) dan
harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga
memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus cordis. Perkusi untuk menentukan
batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk
menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri. Auskultasi untuk
menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung
III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan
adanya peningkatan arus turbulensi darah.
c.
Sistem Pencernaan
Pada inspeksi
perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut menonjol
atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi
ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi
untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35 kali per menit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen,
adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat
hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi abdomen
normal tympanik, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak
(hepar, asites, vesika urinarta, tumor).
d.
Sistem Neurologis
Pada inspeksi
tingkat kesadaran perlu dikaji, disamping juga diperlukan
pemeriksaan GCS adakah composmentis, somnolen, comma, refleks patologis, dan
bagaimana dengan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga
perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan
pengecapan.
e.
Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi
perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada kedua ekstremetas
untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan capillary
refill time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot
kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
f.
Sistem
Integumen
Inspeksi
mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit, pada
Px dengan effusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem
transport O2. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit
(dingin, hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta
turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.
7.
Pemeriksaan
Diagnostik
a.
Foto Thorax
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan
seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada bagian
medial. Bila permukaannya horisontal dari lateral ke medial, pasti terdapat
udara dalam rongga tersebut yang dapat berasal dari luar atau dari dalam
paru-paru sendiri. Kadang-kadang sulit membedakan antara bayangan cairan bebas
dalam pleura dengan adhesi karena radang (pleuritis). Disini perlu pemeriksaan
foto dada dengan posisi lateral dekubitus.
b.
CT – SCAN
Pada kasus kanker paru Ct Scan
bermanfaat untuk mendeteksi adanya tumor paru juga sekaligus digunakan dalam
penentuan staging klinik yang meliputi:
1)
menentukan adanya tumor dan ukurannya.
2)
mendeteksi adanya invasi tumor ke dinding thorax,
bronkus, mediatinum dan pembuluh darah besar.
3)
mendeteksi adanya efusi pleura.
Disamping diagnosa kanker paru CT Scan juga dapat digunakan untuk menuntun
tindakan trans thoracal needle aspiration (TTNA), evaluasi pengobatan, mendeteksi
kekambuhan dan CT planing radiasi.
c.
Kultur sputum: dapat ditemukan positif Mycobacterium
tuberculosis.
d.
Fungsi paru: penurunan vital
capacity, paningkatan dead
space, peningkatan rasio residual udara ke total lung
capacity, dan penyakit pleural pada tuberkulosis kronik tahap lanjut.
e.
Pemeriksaan Laboratorium
Dalam
pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain :
1)
Pemeriksaan Biokimia
Secara
biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang perbedaannya
dapat dilihat pada tabel berikut :
Transudat Eksudat
Kadar protein dalam effusi 9/dl
< 3 >
3
Kadar protein dalam effusi < 0,5 > 0,5
Kadar protein dalam serum
Kadar LDH dalam effusi (1-U)
< 200 >
200
Kadar LDH dalam effusi < 0,6 > 0,6
Kadar LDH dalam serum
Berat jenis cairan effusi <
1,016 > 1,016
Rivalta Negatif Positif
Disamping
pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan juga cairan pleura :
a)
Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi,
arthritis reumatoid dan neoplasma
b)
Kadar amilase. Biasanya meningkat pada
paulercatilis dan metastasis adenocarcinona (Soeparman, 1990, 787).
2)
Analisa cairan pleura
a)
Transudat : jernih,
kekuningan
b)
Eksudat : kuning,
kuning-kehijauan
c)
Hilothorax : putih
seperti susu
d)
Empiema : kental dan
keruh
e)
Empiema anaerob : berbau busuk
f)
Mesotelioma :
sangat kental dan berdarah
3)
Perhitungan sel dan sitologi
a)
Leukosit : empiema
b)
Netrofil : pneumonia,
infark paru, pankreatilis, TB paru
c)
Limfosit : tuberculosis,
limfoma, keganasan.
d)
Eosinofil meningkat: emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan jamur.
e)
Eritrosit : mengalami
peningkatan 1000-10000/ mm3 cairan tampak kemorogis, sering dijumpai pada pankreatitis atau pneumoni. Bila
erytrosit > 100000 (mm3 menunjukkan infark paru, trauma dada dan
keganasan.
f)
Misotel banyak : Jika
terdapat mesotel kecurigaan TB bisa disingkirkan.
g)
Sitologi : Hanya 50 - 60 %
kasus- kasus keganasan dapat ditemukan sel ganas. Sisanya kurang lebih
terdeteksi karena akumulasi cairan pleura lewat mekanisme obstruksi,
preamonitas atau atelectasis.
4)
Bakteriologis
Jenis
kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo cocclis, E-coli,
klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB kultur cairan terhadap
kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20 % (Soeparman,
1998: 788).
8.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada efusi pleura ini
adalah (Mansjoer, 2001)
1) Thorakosentasis
Drainase cairan jika efusi pleura
menimbulkan gejala subjektif seperti nyeri, dispnea dan lain-lain. Cairan efusi
sebanyak 1-1,5 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema
paru. Jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutnya
baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
2) Pemberian
antibiotik jika ada infeksi
3) Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren
lain, diberikan obat (tetrasiklin, kalk dan bieomisin) melalui selang
interkostalis untuk melekatkan kedua lapisan pleura dan mencegah cairan
terakumulasi kembali
4) Tirah
baring
Tirah baring ini bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen
karena peningkatan aktivitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga
dyspnea akan semakin meningkat pula
5) Biopsi
pleura, untuk mengetahui adanya keganasan
9.
Komplikasi
Menurut (Mansjoer, 2001), komplikasi
efusi pleura yaitu:
a. Infeksi
b. Fibrosis
paru
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
a.
Identitas Pasien
Pada
tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan pasien.
b.
Keluhan Utama
Keluhan
utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau
berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan
keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat
iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk
dan bernafas serta batuk non produktif.
c.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien
dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti
batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun
dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa
tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan
keluhan-keluhannya tersebut.
d.
Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu
ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru, pneumoni,
gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e.
Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang
menderita penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura
seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.
f.
Riwayat Psikososial
Meliputi
perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
g.
Pola-pola fungsi
kesehatan
1)
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit
mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan
persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat
kebiasaan merokok, minum alcohol dan penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor
predisposisi timbulnya penyakit.
2)
Pola nutrisi dan metabolisme
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita
perlu melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status
nutrisi pasien. Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama
MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat
dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme
akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan efusi pleura keadaan umumnya
lemah.
3)
Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan
mengenai kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien
yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan
konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan
penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
4)
Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang
terpenuhi. Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri
dada. Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh
perawat dan keluarganya.
5)
Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu
tubuh akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat. Selain
itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke
lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan
lain sebagainya.
6)
Pola hubungan dan peran
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan
mengalami perubahan peran, misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak
dapat menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya,
mengurus suaminya. Disamping itu, peran pasien di masyarakat pun juga mengalami
perubahan dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.
7)
Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien
yang tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Pasien
mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan
mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif
terhadap dirinya.
8)
Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan,
demikian juga dengan proses berpikirnya.
9)
Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks
intercourse akan terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah
sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.
10)
Pola penanggulangan stress
Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya
akan mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan
dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai
penyakitnya
11)
Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan
dirinya kepada Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan
dari Tuhan
h. Pemeriksaan Fisik
i.
Pemeriksaan Penunjang
2.
Diagnosa
a.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
obstruksi jalan nafas, mucosa sekret berlebihan.
b.
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan
dengan sindrom hipoventilasi yang ditandai dengan dispnea dan penggunaan otot
aksesorius pernapasan
c.
Nyeri akut berhubungan dengan agen injury: fisik
ditandai dengan mengkomunikasikan nyeri secara verbal
d.
Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuat
pertahanan tubuh primer (cairan tubuh statis), prosedur invasiv
e.
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
ditandai dengan peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal
f.
Intoleransi
aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan
kebutuhan
g.
Cemas berhubungan dengan status kesehatan
3.
Rencana
Asuhan Keperawatan
No
|
Diagnosa
|
Tujuan
dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Evaluasi
|
1
|
Bersihan
jalan nafas tidak efektif b.d penyumbatan saluran nafas oleh sputum yang ditandai dengan produksi suputum (+),
ronchi (+)
|
NOC Label:
Respiratory status:
Airway patency
Setelah
diberikan asuhan keperawatan …x24 jam, jalan napas pasien paten dengan
criteria hasil:
a. RR
(respiratory rate) 12-20 x/menit (5)
b. Irama
pernapasan normal (5)
c. Kedalaman
inspirasi (5)
|
NIC Label:
Airway Management
1)
Buka jalan napas, dengan
mengangkat dagu atau dengan teknik mendorong rahang
2)
Posisikan pasien untuk
memaximalkan aliran nafas
3)
Hilangkan secret dengan batuk
efektif atau dengan suction
4)
Monitor status respirasi dan
oksigenasi
5)
Posisikan pasien untuk
meringankan dyspnea
|
1)
Menyediakan jalan napas yang
adekuat kepada pasien/meluruskan saluran nafas
2)
Mencegah jalan nafas yang
tersumbat
3)
Menghilangkan sumbatan berupa
secret yang dapat mengganggu jalan nafas.
4)
Mencegah terjadinya hipoksia
|
S:
Pasien
mengatakan nafas yang lancar
O:
RR:
18 x/menit, ronchi (-), otot bantu pernafasan (-)
A:
Tujuan
Tercapai penuh
P:
Pertahankan
kondisi pasien
|
2
|
Pola napas tidak efektif berhubungan
dengan sindrom hipoventilasi yang ditandai dengan dispnea dan penggunaan otot
aksesorius pernapasan
|
Setelah diberikan asuhan keperawatan
selama ... x 24 jam, pola napas klien normal dengan kriteria hasil:
NOC
label:
Respiratory
Status: Ventilation
a. RR
Klien dalam rentang normal (12-18 x/menit) {5}
b. Ritme
Pernapasan klien teratur {5}
c. Kedalaman
inspirasi normal {5}
d. Suara
perkusi hiperresonan diseluruh lapang paru {5}
Keterangan:
1: Severe deviation from normal
2: Substansial deviation from normal
3: Moderate deviation from normal
4: Mild deviation from normal
5: No deviation from normal
Vital
Sign
a. Suhu
tubuh dalam rentang normal (36.5-37.5 0C) {5}
b. Tekanan
darah sistolik (80-120 mmHg)
c. Tekanan
darah diastolik (60-80 mmHg) {5}
Keterangan:
1: Severe deviation from normal
2: Substansial deviation from normal
3: Moderate deviation from normal
4: Mild deviation from normal
5: No deviation from normal
|
NIC
Label:
Airway
management
1) Posisikan
klien untuk memaksimalkan proses ventilasi
2) Instruksikan
klien untuk batuk efektif
3) Ajarkan
teknik napas dalam
4) Berikan
klien oksigen jika diperlukan
5) Monitor
status respirasi dan oksigenasi klien
Respiratory
monitoring
1) Monitor
respiratory rate, ritme
2) Monitor
suara nafas klien seperti crowing atau snoring
3) Palpasi
untuk ekspansi paru
4) Monitor
dyspnea klien dan aktifitas yang meningkatkan dyspnea
5) Monitor
hasil x-ray dada pasien
|
Airway
management
1) Membantu
memperbaiki status ventilasi klien
2) Mengeluarkan
skret yang susah keluar dari slauran pernapasan
3) Melatih
otot-otot pernapasan klien
4) Memberikan
bantuan oksigen agar klien tidak mengalami hipoksia
5) Mengetahui
lebih dini adanya gangguan pernapasan
Respiratory
monitoring
1) Respiratory
rate dan ritme akan berubah jika terjadi keabnormalan pernapasan
2) Mengetahui
adanya sekret di dalam paru
3) Mengetahui
adanya cairam dalam paru
4) Mencegah
terjadinya dispnea ketika beraktivitas
Mengetahui adanya objek tambahan pada
paru
|
S:
Klien mengatakan sesaknya sudah
berkurang
O:
Ø RR
Tn. Ibnu 18 x/menit
Ø TD:
100/80 mmHg
Ø S:
37 0C
Ø Tidak
terlihat menggunakan otot aksesori pernapasan
Ø Retraksi
Intercostal (-)
A:
Tujuan Tercapai Sebagian
P:
Lanjutkan
Intervensi
|
3
|
Nyeri akut berhubungan dengan agen
cedera biologis ditandai dengan mengatakan nyeri secara verbal
|
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama
2x24 jam diharapkan level ketidaknyamanan pasien
berkurang dengan kriteria hasil :
NOC LABEL : Discomfort
Level
a. Pasien
tidak meringis
b. Skala
nyeri 5
c. Pasien
tidak tampak ketakutan, skala 4-5
d. Pasien tidak tampak cemas, skala 4-5
e. Pasien dapt beristirahat dengan cukup,
skala 4-5
(Skala 1 : severe, skala 2 :substantial, skala 3
: moderate, skala 4 : mild, skala 5 : none)
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama
2x24 jam diharapkan level ketidaknyamanan pasien
berkurang dengan kriteria hasil :
NOC LABEL :
Pain control
- Pasien dapat menyebutkan faktor yang menyebabkan nyerinya
timbul, skala 4-5
- Pasien dapat melaporkan
perubahan pada tanda-tanda nyeri kepada petugas kesehatan /perawat, skala 4-5
- Pasien dapat melaporkan
bagaimana cara mengontrol nyerinya, skala 4-5
- Pasien menggunakan cara
non-analgesics untuk mengurangi nyerinya, skala 4-5
- Pasein menggunakan obat
analgesics sesuai rekomendasi, skala 4-5
(skala 1 : never
demonstrated, skala 2 : rarely demonstrates, skala 3 : sometimes
demonstrated, skala 4 : often demonstrated, skala 5 : consistenlly
demonstrated)
|
NIC LABEL : Pain
Management
1) Kaji
dan catat kualitas, lokasi dan durasi nyeri. Gunakan skala nyeri dengan
pasien dari 0 (tidak ada nyeri) – 10 (nyeri paling buruk).
2) Gunakan
komunikasi terapeutik untuk mengetahui
nyeri dan respon pasien terhadap nyerinya
3) Kaji
dengan pasien faktor-faktor yang dapat meningkatkan/mengurangi nyerinya
4) Kaji
efek dari pengalaman nyeri terhadap kualitas tidur, nafsu makan, aktivitas
dan suasana hati
5) Control
lingkungan sekitar pasien yang dapat
memberikan respon tidak nyaman, misalnya temperature ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
6) Ajarkan
tekhnik nonfarmakologis, (misalnya guided imageri, distraksi, relaksasi,
terapi musik, massage), sebelum, setelah, dan jika mungkin selama nyeri
berlangsung, sebelum nyeri meningkat, dan selama nyeri berkurang
7) Ajarkan
tentang penggunaan farmakologikal dalam mengurangi nyeri
|
1) Berguna
dalam pengawasan keefektifan obat,dan membedakan karakteristik nyeri.
Perubahan pada karakteristik nyeri menunjukan terjadinya abses atau
peritonitis
2) Berguna
untuk mengetahui nyeri dan respon nyeri pasien
3) Untuk
mengetahui aktivitas apa yang dapat meningkatkan dan mengurangi nyeri pasien
sehingga perawat dapat menegakan implementasi dengan benar
4) Untuk
mengetahui masalah lain yang ditimbulkan dari nyeri
5) Untuk
meminimalisir respon ketidaknyamanan pasien
6) Berguna
untuk mengurangi nyeri dan meminimalisir penggunaan terapi farmakologik
7) Mencegah
terjadinya dosis yang berlebihan
|
S :
Pasien mengatakan nyerinya berkurang, skala menjadi 5
O :
Kecemasan pasien tampak berkurang
A :
Tujuan tercapai sebagian
P :
Lanjutkan intervensi
|
4
|
Risiko Infeksi b.d. prosedur invasif
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama …x24 jam diharapkan tidak ada tanda
infeksi dengan criteria hasil :
NOC Label :
-
Infection Severity
1.
Tidak terdapat drainase purulen
2.
Tidak terdapat peningkatan temperature kulit
3.Keadaan
kulit
disekeliling
luka tidak kemerahan
|
NIC Label : Infection Protection
1.
Monitor
tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
2.
Inspeksi
adanya kemerahan/drainase pada kulit
3.
Batasi
pengunjung
4.
Edukasikan
px dan keluarga cara menghindari infeksi
NIC Label : Infection Control
1.
Ajarkan
Px dan pengunjung mencuci tangan untuk
menjaga kesehatan
2.
Gunakan
"universal precaution"
3.
Anjurkan
px perbanyak istirahat
4.
Instruksikan
px mendapat antibiotik, jika dibutuhkan
5.
Ajarkan
px dan keluarga mengenai tanda dan gejala infeksi dan intruksikan untuk
melapor ke perawat jikan menemukan tanda dan gejala infeksi pada px
NIC Label : Tube Care : Chest
1.
Jaga
kantong drainase levelnya di bawah dada
2.
Monitor
adanya gelembung udara pada "chest tube drainage"
3.
Observasi
tanda akumulasi cairan pada intrapreural
4.
Ganti
balutan(dressing) di sekitar pemasangan WSD setiap 48 - 72 jam bila
diperlukan
|
1.
Untuk mengetahui adanya tanda dan
gejala infeksi
2.
Untuk mengetahui adanya tanda dan
gejala infeksi
3.
Untuk mengurangi paparan patogen
dari luar
4.
Untuk mencegah infeksi
1.
Mencegah infeksi
2.
Untuk mengurangi agen infeksi
yang dapat timbul
3.
Untuk meningkatkan imun
4.
Untuk mencegah adanya infeksi
5.
Untuk memantau keadaan luka px
secara regular
1.
Drainase mengikuti gaya gravitasi
2.
Mencegah adanya gelembung udara
pada WSD
3.
Untuk memantau tanda akumulasi cairan pada intrapreural
4.
Untuk
mencegah adanya infeksi
|
S: -
O: Tidak ditemukan adanya tanda-tanda
infeksi pada daerah pemasangan tube
A : Tujuan tercapai total
P: Pantau kondisi pasien
|
5
|
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
ditandai dengan peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal
|
NOC Label:
Vital sign
Setelah
diberikan asuhan Keperawatan selama ….x24 jam, Vital sign pasien dalam
rentang normal dengan criteria hasil:
Ø Suhu
tubuh dalam rentang normal (36,5-37,5⁰C) (5)
Ø Nadi
radial dalam rentang 80-100 x/menit (5)
Ø Tekanan
darah sistolik 80-110 mmHg (5)
|
NIC Label:
Fever treatment
1.
Monitor suhu tubuh pasien yang
sesuai
2.
Selimuti pasien dengan selimut
yang sesuai
3.
Beri obat untuk mengobati
penyebab demam yang sesuai
4.
Dorong klien untuk meningkatkan
intake cairan melalui oral yang sesuai.
5.
Beri obat yang tepat untuk
mencegah atau mengendalikan klien menggigil
|
1.
Menkaji perkembangan suhu tubuh
pasien dan menentukan terapi yang diberikan.
2.
Memberikan suhu yang sesuai
dengan suhu tubuh.
3.
Menghilangan factor penyebab dari
hipertermi
4.
Cairan dapat membantu proses
termoregulasi dalam tubuh
|
S:
Pasien mengatakan badannya tidak panas
O:
Tax: 36,5ᴼC, nadi radial: 88 x/menit, TD sistolik 90 mmHg
A:
Tujuan tercapai penuh
P:
Pertahankan kondisi pasien
|
6
|
Intoleransi aktifitas
berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan
|
Setelah dilakukan askep ... jam
Klien dapat menoleransi aktivitas & melakukan ADL dgn baik
Kriteria
Hasil:
Ø Berpartisipasi
dalam aktivitas fisik dgn TD, HR, RR yang sesuai
Ø Peningkatan
toleransi aktivitas
|
NIC: Toleransi aktivitas
1. Tentukan penyebab intoleransi aktivitas & tentukan
apakah penyebab dari fisik, psikis/motivasi
2. Kaji kesesuaian aktivitas&istirahat klien
sehari-hari
3. ↑ aktivitas secara bertahap, biarkan klien
berpartisipasi dapat perubahan posisi, berpindah&perawatan diri
4. Pastikan klien mengubah posisi secara bertahap. Monitor
gejala intoleransi aktivitas
5. Ketika membantu klien berdiri, observasi gejala
intoleransi spt mual, pucat, pusing, gangguan kesadaran&tanda vital
|
1.
Memudahkan perawat untuk
memberikan KIE kepada pasien
2.
Mengetahui aktivitas yang
dilakukan pasien sehari-hari sehingga bisa digunakan sebagai panduan dalam
latihan aktivitas secara bertahap
3.
Mengembalikan pola aktivitas
klien dengan menyesuaikan pada kondisi klien
4.
Mencegah penekanan pada daerah
yang mengalami penonjolan dan melihat sejauh mana aktivitas yang mampu
dilakukan oleh klien
5.
Memudahkan perawat untuk melihat
toleransi aktivitas yang sudah mampu dan belum mampu dilakukan klien
|
S
:
Klien
mengatakan pusing dan sesak berkurang ketika berjalan dengan jarak pendek
O
:
Klien
tidak tampak terengah-engah, RR 22 x / menit
A
: tujuan tercapai sebagian
P
:
Lanjutkan
intervensi
|
7
|
Cemas berhubungan dengan krisis situasional,
hospitalisasi
|
Setelah dilakukan askep … x24 jam kecemasan
terkontrol dg KH:
Ø ekspresi
wajah tenang , anak / keluarga mau bekerjasama dalam tindakan askep.
|
Pengurangan
kecemasan
1.
Bina hubungan saling percaya
2.
Kaji kecemasan keluarga dan
identifikasi kecemasan pada keluarga.
3.
Jelaskan semua prosedur pada
keluarga
4.
Kaji tingkat pengetahuan dan
persepsi pasien dari
5.
Temani keluarga pasien untuk
mengurangi ketakutan dan memberikan keamanan.
6.
Instruksikan untuk melakukan
teknik relaksasi.
|
1.
Untuk memudahkan komunikasi
antara perawat dengan pasien
2.
Mengetahui sejauh mana cemas yang
dirasakan pasien
3.
Dengan mengetahui prosedur yang
akan diterima, pasien akan merasa lebih tenang
4.
Tingkat pengetahuan penting untuk
mengkaji gaya bahasa yang tepat dan mudah dimengerti oleh pasien
5.
Mengkondisikan pasien merasa
diperhatikan, dan mendapatkan semangat dari orang disekitarnya
6.
Untuk mengurangi kecemasan yang
dirasakan pasien
|
S
:
Klien
mengatakan cemasnya sudah berkurang
O
:
Wajah
klien tampak lebih tenang
A
: Tujuan tercapai sebagian
P
:
Lanjutkan
intervensi
|
DAFTAR
PUSTAKA
Ansjoer, Arif, dkk.
2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta: EGC
Baughman, Diane C.
2000. Keperawatan Medikal-Bedah: buku saku untuk Brunner dan Suddarth. Jakarta:
EGC
Dochterman, Joanne M. & Bulecheck, Gloria N. 2004. Nursing Interventions Classification :
Fourth Edition. United States of America : Mosby.
Guyton
& Hall.2008.Buku
ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC
Moorhead, Sue et al. 2008. Nursing
Outcomes Classification : Fourth Edition. United States of America : Mosby
NANDA International. 2011. Diagnosis
Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta : EGC.
Potter, Patricia A., and Perry, Anne Griffin. 2006. Fundamental Keperawatan. Volume 2.
Jakarta: EGC
Price, S. A. dan Wilson I. M. (Eds.). 2006.
(Penerjemaah: Pendit BU dkk). Patofisiologi:
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi ke-6 Volume 1. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Brunner & Suddart). Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC
Silahkan Sobat berkomentar dengan sopan dan sesuai dengan isi artikel. Dimohon untuk:
1. Tidak berkomentar kasar/berbau SARA/porno.
2. Tidak membagikan link aktif dalam kolom komentar.
Selamat Berkomentar :D
EmoticonEmoticon